Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Judi dalam Pandangan Hukum Islam

Judi dalam Pandangan Hukum Islam

Judi merupakan salah satu perbuatan yang tidak baik dan menjadi penyakit sosial. Sehingga perbuatan judi ini dilarang di Indonesia. Judi bisa dalam berbagai bentuk yang dapat mendatangkan keuntungan dan jugi kerugian bagi pemainnya.

Untuk itu maka dalam pembahasan kali ini, akan kita lihat apa yang dimaksud dengan judi? Apa saja unsur-unsur dalam judi? Bagaimana hukumnya dalam Islam? dan apa saja akibat yang ditimbulkan karenanya? Berikut ini ulasannya.

Pengertian Judi


Judi/al-maisir mengandung beberapa pengertian diantaranya ialah: lunak, keharusan, mudah, gampang, kaya, membagi-bagi, dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa kata maisir berasal dari kata yasara yang artinya keharusan. Keharusan bagi siapa yang kalah dalam bermain judi untuk menyerahkan sesuatu yang dipertaruhkan kepada pihak pemenang. Ada yang mengatakn bahwa al-maisir berasal dari kata yusrun yang artinya mudah. Dengan pengertian bahwa maisir/judi merupakan upaya dan cara untuk mendapatkan rezeki  dengan mudah, tanpa susah payah. Dalam bahasa Arab maisir  sering juga disebut qimar, jadi qimar dan maisir artinya sama.

Qimar sendiri asal artinya taruhan atau perlombaan. Hasbi ash-shiddieqy mengartikan judi dengan segala bentuk permainan yang ada wujud kalah-menangnya; pihak yang kalah memberikan sejumlah uang atau barang yang disepakati sebagai taruhan kepada pihak yang menang. Syekh Muhammad Rasyid Ridha menyatakan bahwa maisir itu suatu permaina dalam mencari keuntungan tanpa harus bepikir dan bekerja keras. Menurur at-Tabarsi, ahli tafsir Syiah Imamiah abad ke-6 Hijriah, maisir adalah permaian yang pemenangnya mendapatkan sejumlah uang atau barang tanpa usaha yang wajar dan dapat membuat orang jatuh kelembah kemiskinan.

Permaian anak-anak pun jika ada unsur taruhannya, termasuk dalam kategori ini. Menurut Yusuf Qardlawy dalam kitabnya “Al-Halal Wal-Haram Fil-Islam”, judi adalah setiap permainan yang mengandung taruhan. Definisi maisir/judi menurut pengarang Al-Munjid, maisir/judi ialah setiap permaian yang disyaratkan padanya bahwa yang menang akan mendapatkan/mengambil sesuatu dari yang kalah baik berupa uang atau yang lainnya.

Menurut  Imam Syafi’i, apabila kedua orang yang berlomba pacuan kuda itu mengeluarkan taruhannya secara bersama-sama (artinya, siapa yang kalah harus memberi kepada yang menang) maka dalam kondisi semacam itu tidak boleh. Kecuali apabila keduanya tadi memasukkan muhallil itu sepada dengan kuda kedua orang yang berpacu tersebut. Pihak ketiga menjadi  penengah tadi dinamakan muhallil karena ia berfungsi untuk menghalalkan aqad, dan mengeluarkannya dari bentuk judi yang diharamkan.

Unsur-unsur Judi

Permainan


Perlombaan. Perbuatan yang dilakukan biasanya berbentuk permainan atau perlombaan. Jadi dilakukan semata-mata untuk bersenang-senang atau kesibukan untuk mengisi waktu senggang guna menghibur hati. Jadi bersifat rekreatif. Namun disini para pelaku tidak harus terlibat dalam permainan. Karena boleh jadi mereka adalah penonton atau orang yang ikut bertaruh terhadap jalannya sebuah permainan atau perlombaan.

Untung-untungan


Artinya untuk memenangkan permainan atau perlombaan ini lebih banyak digantungkan kepada unsur spekulatif / kebetulan atau untung-untungan. Atau faktor kemenangan yang diperoleh dikarenakan kebiasaan atau kepintaran pemain yang sudah sangat terbiasa atau terlatih.

Taruhan


Dalam permainan atau perlombaan ini ada taruhan yang dipasang oleh para pihak pemain atau bandar. Baik dalam bentuk uang ataupun harta benda lainnya. Bahkan kadang istripun bisa dijadikan taruhan. Akibat adanya taruhan maka tentu saja ada pihak yang diuntungkan dan ada yang dirugikan. Unsur ini merupakan unsur yang paling utama untuk menentukan apakah sebuah perbuatan dapat disebut sebagai judi atau bukan.

Hukum Judi dalam Islam


Dalam al-Qur'an, kata maysir disebutkan sabanyak tiga kali, yaitu dalam surat al-Baqaraħ (2) ayat 219, surat al-Mâ`idaħ (5) ayat 90 dan ayat 91. Ketiga ayat ini menyebutkan beberapa kebiasaan buruk yang berkembang pada masa jahiliyah, yaitukhamar, al-maysir, al-anshâb (berkorban untuk berhala), dan al-azlâm (mengundi nasib dengan menggunakan panah).

Penjelasan tersebut dilakukan dengan menggunakan jumlah khabariyyah dan jumlah insya`iyyah. Dengan penjelasan tersebut, sekaligus al-Qur'an sesungguhnya menetapkan hukum bagi perbuatan-perbuatan yang dijelaskan itu. Di dalam surat al-Baqaraħ (2) ayat 219 disebutkan sebagai berikut:

Sehubungan dengan judi, ayat ini merupakan ayat pertama yang diturunkan untuk menjelaskan keberadaannya secara hukum dalam pandangan Islam. Setelah ayat ini, menurut al-Qurthubiy kemudian diturunkan ayat yang terdapat di dalam surat al-Ma'idah ayat 91 (tentang khamar ayat ini merupakan penjelasan ketiga setelah surat al-Nisa` ayat 43). Terakhir Allah menegaskan pelarangan judi dan khamar dalam surat al-Ma'idah ayat 90.

يَسۡ‍َٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡخَمۡرِ وَٱلۡمَيۡسِرِۖ قُلۡ فِيهِمَآ إِثۡمٞ كَبِيرٞ وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَإِثۡمُهُمَآ أَكۡبَرُ مِن نَّفۡعِهِمَاۗ وَيَسۡ‍َٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَۖ قُلِ ٱلۡعَفۡوَۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلۡأٓيَٰتِ لَعَلَّكُمۡ تَتَفَكَّرُونَ 

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. (Q.S. Al-Baqarah: 219)

Al-Thabariy menjelaskan bahwa "dosa besar" (إثم كبير) yang terdapat pada judi yang dimaksud ayat di atas adalah perbuatan judi atau taruhan yang dilakukan seseorang akan menghalangi yang hak dan, konsekwensinya, ia melakukan kezaliman terhadap diri, harta dan keluarganya atau terhadap harta, keluarga dan orang lain.

Di dalam surat al-Maidah (5) ayat 90 dan ayat 91 Allah berfirman sebagai berikut:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٞ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ 

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan (Q.S. Al-Maidah: 90)

Akibat Perjudian


Dalam surat al-Baqaraħ (2) ayat 219, Allah SWT menjelaskan bahwa khamar dan al-maysir mengandung dosa besar dan juga beberapa manfaat bagi manusia. akan tetapi dosanya lebih besar dari manfaatnya. Manfaat yang dimaksud ayat itu, khususnya mengenai al-maysir, adalah manfaat yang hanya dinikmati oleh pihak yang menang, yaitu beralihnya kepemilikan sesuatu dari seseorang kepada orang lain tanpa usaha yang sulit. Kalaupun ada manfaat atau kesenangan lain yang ditimbulkannya, maka itu lebih banyak bersifat manfaat dan kesenangan semu.

Pada bentuk permainan al-mukhâtharaħ, pihak yang menang bisa memperoleh harta kekayaan yang dijadikan taruhan dengan mudah dan bisa pula menyalurkan nafsu biologisnya dengan isteri pihak yang kalah yang juga dijadikan sebagai taruhan. Sedang pada bentuk al-tajzi`aħ, pihak yang menang merasa bangga dan orang-orang miskin juga bisa menikmati daging unta yang dijadikan taruhan tersebut. Akan tetapi, al-maysir itu sendiri dipandang sebagai salah satu di antara dosa-dosa besar yang dilarang oleh agama Islam.

Penegasan yang dikemukakan pada suat al-Baqaraħ (2) ayat 219 bahwa dosa akibat dari al-maysir lebih besar daripada manfaatnya memperjelas akibat buruk yang ditimbulkannya. Di antara dosa atau risiko yang ditimbulkan oleh al-maysir itu dijelaskan dalam surat al-Mâ`idaħ (5) ayat 90 dan 91. Kedua ayat tersebut memandang bahwa al-maysir sebagai perbuatan setan yang wajib dijauhi oleh orang-orang yang beriman. Di samping itu, al-maysir juga dipergunakan oleh setan sebagai alat untuk menumbuhkan permusuhan dan kebencian di antara manusia, terutama para pihak yang terlibat, serta menghalangi konsentrasi pelakunya dari perbuatan mengingat Allah dan menunaikan shalat.

Al-Alusiy menjelaskan bahwa kemudaratan yang dapat ditimbulkan oleh perjudian antara lain, selain perbuatan itu sendiri merupakan cara peralihan (memakan) harta dengan cara yang batil, adalah membuat para pecandunya memiliki kecenderungan untuk mencuri, menghancurkan harga diri, menyia-nyiakan keluarga, kurang pertimbangan dalam melakukan perbuatan-perbuatan yang buruk, berperangai keji, sangat mudah memusuhi orang lain.

Semua perbuatan itu sesungguhnya adalah kebiasaan-kebiasaan yang sangat tidak disenangi orang-orang yang berfikir secara sadar (normal), tapi orang yang sudah kecanduan dengan judi tidak menyadarinya, seolah-olah ia telah menjadi buta dan tuli. Selain itu, perjudian akan membuat pelakunya suka berangan-angan dengan taruhannya yang mungkin bisa memberikan keuntungan berlipat ganda.

Posting Komentar untuk "Judi dalam Pandangan Hukum Islam"