Proses Penciptaan dan Kejadian Manusia Berdasarkan Al-Quran
Proses Kejadian Manusia Pertama (Adam)
Sesungguhnya Allah menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, termasuk manusia (Adam, Hawa, dan keturunannya) yang Allah berikan akal untuk bertindak, dan hati untuk merasakan. Sebagaimana firman Allah di dalam al-Quran sebagai berikut:
ٱلَّذِيٓ أَحۡسَنَ كُلَّ شَيۡءٍ خَلَقَهُۥۖ وَبَدَأَ خَلۡقَ ٱلۡإِنسَٰنِ مِن طِينٖ ٧
Terjemahannya :"Yang membuat sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah". (QS. As Sajdah : 7).
Allah berfirman mengabarkan bahwa Dia-lah yang memperbaiki, memperkokoh dan memperindah terciptanya segala sesuatu.
Malik meriwayatkan dari Zaid bin Aslam tentang : “dan memulai penciptaan manusia dari tanah,” yaitu Dia telah menciptakan bapak manusia yaitu Adam dari tanah.
Generasi manusia yang ada sampai sekarang, Adalah berasal dari manusia pertama yang bernama Adam dengan istrinya yang populer bernama Hawa .
Di dalam Al Qur’an, dijelaskan bahwa Adam diciptakan oleh Allah dari tanah yang kering kemudian dibentuk oleh Allah dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Setelah sempurna maka oleh Allah ditiupkan ruh kepadanya maka dia menjadi hidup. Hal ini ditegaskan oleh Allah di dalam firman-Nya:
وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ مِن صَلۡصَٰلٖ مِّنۡ حَمَإٖ مَّسۡنُونٖ ٢٦
Terjemahannya: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk". (QS. Al Hijr : 26)
Ali Syari’ati menafsirkan tanah - sebagai salah satu unsur kejadian manusia - merupakan simbol kerendahan dan kenistaan, sedang unsur yang lain yaitu ruh Allah adalah simbol kemuliaan dan kesucian tertinggi. Yusuf Qardawi - sebagaimana dikutip Jalaluddin Rahmat – membahasakan manusia adalah gabungan kekuatan tanah dan hembusan ruh Ilahi (baina qabdhat al-thin wa nafkhat al-ruh). Manusia adalah zatbidimensional (bersifat ganda) terdiri atas sifat material (jasmani) dan sifat spiritual (ruhani). Sifat materialnya cenderung dan menarik manusia ke arah kerendahan, dan sifat spiritualnya mengarahkan dirinya menaiki puncak setinggi-tingginya. Satu hal yang menarik adalah kedua anasir yang bertentangan itu harus selalu berada dalam keseimbangan. Tidak boleh seseorang mengurangi hak-hak tubuh untuk memenuhi hak ruh. Begitu pula tidak boleh ia mengurangi hak-hak ruh untuk memenuhi hak tubuh.
Di lain ayat Allah SWT membandingkan antara penciptaan Nabi Isa dan Nabi Adam yang sama-sama berasal dari tanah, sebagaimana firman-Nya yang sebagai berikut:
إِنَّ مَثَلَ عِيسَىٰ عِندَ ٱللَّهِ كَمَثَلِ ءَادَمَۖ خَلَقَهُۥ مِن تُرَابٖ ثُمَّ قَالَ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ ٥٩
Terjemahannya: “Sesungguhnya perumpamaan Isa di sisi Allah adalah semisal Adam. Allah menciptakan-Nya dari tanah, kemudian berfirman kepadanya, ‘Jadilah’ maka jadilah dia” (QS. Ali Imran : 59)
Ayat ini secara explisit merupakan bantahan terhadap para pengagum Nabi Isa as yang menilainya sebagai anak Tuhan, karena beliau tidak lahir melalui seorang ayah, melainkan melalui kalimat Allah. Tetapi secara implisit menjelaskan kejadian Nabi Isa as yang semisal dengan kejadian Nabi Adam as yaitu diciptakan dari tanah melalui proses yang mudah dan cepat sesuai dengan kehendak Allah SWT. Kata ‘kun’ pada ayat di atas tidaklah benar bila dijadikan dasar bahwa Adam as diciptakan dalam sekejap tanpa proses sebagaimana yang difahami kebanyakan orang. Karena disamping dalam hal mencipta Allah SWT, tidak memerlukan sesuatu apapun untuk mewujudkan apa yang dikehendaki-Nya, termasuk tidak perlu mengucapkan ‘kun’.
Kata ‘kun’ pada ayat di atas, disebutkan hanyalah sekedar untuk menggambarkan kemudahan dan kecepatan wujud apa yang dikehendaki Allah SWT. Dan ayat tersebut, sama sekali tidak menjelaskan apa yang terjadi dan proses apa yang dilalui antara penciptaan dari tanah dengan penghembusan ruh ciptaan-Nya. Jika diibaratkan penciptaan dari tanah sama dengan A, dan penghembusan ruh ciptaan-Nya sama dengan Z, maka antara A dan Z tidak dijelaskan baik materi maupun waktunya.
Proses Kejadian Manusia Kedua (Siti Hawa)
Pada dasarnya segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah di dunia ini selalu dalam keadaan berpasang-pasangan. Demikian halnya dengan manusia, Allah berkehendak menciptakan lawan jenisnya untuk dijadikan kawan hidup (istri). Adapun proses kejadian manusia kedua ini oleh Allah dijelaskan di dalam surat An Nisaa’ ayat 1:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالٗا كَثِيرٗا وَنِسَآءٗۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا ١
Terjemahannya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An Nisaa’: 1)
Para Mufassir terdahulu memahami kata ‘nafsin wahidah’ (diri yang satu) pada ayat ini dalam arti Adam as. Akan tetapi para Mufassir kontemporer seperti al-Qasimi, Syekh Muhammad Abduh memaknainya dalam arti jenis manusia lelaki dan wanita. Sehingga ayat ini kandungannya sama dengan firman Allah SWT :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣
Terjemahannya: “Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal” (QS. al-Hujurat : 13).
Dengan memaknai kata ‘nafsin wahidah’ dalam arti diri (jenis) yang satu, Thabathaba’i dalam tafsirnya menyatakan bahwa ayat tersebut juga memberi penegasan bahwa pasangan (isteri Adam) yang ditunjuk kata ‘zaujaha’ diciptakan dari jenis yang sama dengan Adam yakni dari tanah dan hembusan ruh Ilahi. Menurutnya sedikitpun ayat itu tidak mendukung faham yang beranggapan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam sebagaimana yang difahami para Mufassir terdahulu.
Akan halnya hadis riwayat Abi Hazm dari Abi Hurairah ra yang kerap digunakan untuk memperkuat faham itu, selain tertolak kesahihannya sehingga tidak dapat digunakan hujjah (argumentasi), juga sebagaimana mayoritas ulama kontemporer mengatakan - hadis tersebut tidaklah tepat jika difahami dalam pengertian harfiah, melainkan harus difahami dalam pengertian metafora. Maka konteksnya dalam rangka mengingatkan kepada kaum laki-laki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana, mengingat ada sifat dan kodrat bawaan mereka yang berbeda. Tidak ada seorangpun yang mampu mengubah kodrat bawaan itu. Kalaupun ada yang berusaha, maka akibatnya akan fatal seperti upaya meluruskan tulang rusuk yang bengkok.
Walhasil makhluk yang bernama manusia, dari mulai manusia pertama Adam as dan istrinya Hawa, juga Isa as, serta generasi manusia setelahnya berasal dari bahan baku yang sama yaitu dari unsur tanah dan hembusan ruh Ilahi. Hanya model penciptaannya saja yang berbeda. Penciptaan manusia – sebagaimana disimpulkan Quraish Shihab – terdiri dari empat model penciptaan. Model pertama menciptakan dengan tanpa ayah dan ibu, yaitu Adam as. Kedua menciptakan setelah disampingnya ada lelaki, yaitu isteri Adam as. Model ketiga menciptakan hanya dengan ibu tanpa ada ayah, yaitu Isa as. Dan yang terakhir menciptakan melalui pertemuan lelaki dan perempuan yaitu generasi manusia setelah Adam as.
Ayat-ayat diatas pula mengandung makna bahwa untuk manusia Allah menjadikan pasangannya dari jenis yang sama sehingga dapat terjadi rasa ketertarikan antara yang satu dengan yang lainnya untuk berkembang biak.
Apabila kita amati proses kejadian manusia kedua ini, maka secara tidak langsung hubungan manusia laki-laki dan perempuan melalui perkawinan adalah usaha untuk menyatukan kembali tulang rusuk (dalam arti metafora) yang telah dipisahkan dari tempat semula dalam bentuk yang lain. Dengan perkawinan itu maka akan lahirlah keturunan yang akan meneruskan generasinya.
Proses Kejadian Manusia Ketiga
Kejadian manusia ketiga adalah kejadian semua keturunan Adam dan Hawa kecuali Nabi Isa a.s. Dalam proses ini disamping dapat ditinjau menurut Al Qur’an dapat pula ditinjau secara medis. Di dalam Al Qur’an proses kejadian manusia secara biologis dijelaskan secara terperinci melalui firman-Nya, yaitu surat Al-Mu’minun dan surat Al-Haj sebagai berikut.
وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ مِن سُلَٰلَةٖ مِّن طِينٖ ١٢ ثُمَّ جَعَلۡنَٰهُ نُطۡفَةٗ فِي قَرَارٖ مَّكِينٖ ١٣ ثُمَّ خَلَقۡنَا ٱلنُّطۡفَةَ عَلَقَةٗ فَخَلَقۡنَا ٱلۡعَلَقَةَ مُضۡغَةٗ فَخَلَقۡنَا ٱلۡمُضۡغَةَ عِظَٰمٗا فَكَسَوۡنَا ٱلۡعِظَٰمَ لَحۡمٗا ثُمَّ أَنشَأۡنَٰهُ خَلۡقًا ءَاخَرَۚ فَتَبَارَكَ ٱللَّهُ أَحۡسَنُ ٱلۡخَٰلِقِينَ ١٤
Terjemahannya: “(12) Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. (13) Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). (14)Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (Q.S. Al-Mu’minun: 12-14)
Kata‘Sulalah min thin’ (saripati tanah) yang dimaksud – sebagaimana pendapat Thahir Ibn ‘Asyur – adalah zat yang diproduksi oleh alat pencernaan yang berasal dari bahan makanan (baik tumbuhan maupun hewan) yang bersumber dari tanah, yang selanjutnya menjadi darah, kemudian berproses hingga akhirnya menjadi sperma ketika terjadi hubungan badan (suami istri).
Pada surtat Al-Hajj ayat 5 fase ini disebutnya fase ‘turab’ (tanah). Pada ayat inipun yang dimaksud tanah adalah asal-usul sperma yaitu zat makanan yang berasal dari bahan makanan yang bersumber dari tanah.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِن كُنتُمۡ فِي رَيۡبٖ مِّنَ ٱلۡبَعۡثِ فَإِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن تُرَابٖ ثُمَّ مِن نُّطۡفَةٖ ثُمَّ مِنۡ عَلَقَةٖ ثُمَّ مِن مُّضۡغَةٖ مُّخَلَّقَةٖ وَغَيۡرِ مُخَلَّقَةٖ لِّنُبَيِّنَ لَكُمۡۚ وَنُقِرُّ فِي ٱلۡأَرۡحَامِ مَا نَشَآءُ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗى ثُمَّ نُخۡرِجُكُمۡ طِفۡلٗا ثُمَّ لِتَبۡلُغُوٓاْ أَشُدَّكُمۡۖ وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّىٰ وَمِنكُم مَّن يُرَدُّ إِلَىٰٓ أَرۡذَلِ ٱلۡعُمُرِ لِكَيۡلَا يَعۡلَمَ مِنۢ بَعۡدِ عِلۡمٖ شَيۡٔٗاۚ وَتَرَى ٱلۡأَرۡضَ هَامِدَةٗ فَإِذَآ أَنزَلۡنَا عَلَيۡهَا ٱلۡمَآءَ ٱهۡتَزَّتۡ وَرَبَتۡ وَأَنۢبَتَتۡ مِن كُلِّ زَوۡجِۢ بَهِيجٖ ٥
Terjemahannya: “Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.” (Q.S. Al Haj : 5)
Makna asal kata ‘nuthfah’ dalam bahasa Arab berarti setetes yang dapat membasahi. Penggunaan kata ini sejalan dengan penemuan ilmiah yang menginformasikan bahwa pancaran mani yang menyembur dari alat kelamin pria yang mengandung sekitar dua ratus juta benih manusia, tetapi yang berhasil bertemu dengan ovum wanita hanya satu. Itulah yang dimaksud dengan nuthfah.
‘Alaqah’ (Segumpal darah) adalah salah satu arti kata ‘alaqah dari dua arti lainnya yaitu ‘sesuatu yang melayang’ dan ‘lintah’. Seorang ilmuwan terkenal dalam bidang anatomi dan embriologi Prof. Keith Moore menyatakan bahwa ‘alaqah sebagai ‘sesuatu yang melayang’ sesuai dengan apa yang bisa dilihat pada pengikatan embrio - selama fase ini - pada rahim ibu. Dan ‘alaqah diartikan ‘segumpal darah’ atau ‘gumpalan darah yang membeku’ karena embrio selama fase ini berkembang melalui saat-saat internal yang diketahui seperti pembentukan darah di pembuluh tertutup sampai dengan putaran metabolis lengkap melalui plasenta(ari-ari). Selama fase ini darah ditangkap di dalam pembuluh tertutup sehingga embrio memperoleh penampakan sebagai gumpalan darah beku. Sedang ‘alaqah diartikan ‘lintah’ oleh karena embrio selama fase ‘alaqah memperoleh penampakan yang sangat mirip dengan lintah. Prof. Keith Moore menguji dengan membandingkan lintah air yang masih segar dengan embrio pada fase ini dan beliau menemukan kesamaan diantara keduanya. Ketiga deskripsi tersebut secara ajaib diberikan hanya oleh sebuah kata dalam ayat al-Quran yaitu kata ‘alaqah.
‘Mudghah’ (segumpal daging). berasal dari kata madhagha yang berarti mengunyah. Pada fase ini embrio disebut mudhghah karena bentuknya masih dalam kadar yang kecil seukuran dengan sesuatu yang dikunyah.
‘Idzam (tulang atau kerangka). Pada fase ini embrio mengalami perkembangan dari bentuk sebelumnya yang hanya berupa segumpal daging hingga berbalut kerangka atau tulang. Kisa al-‘idzam bil-lahm (penutupan tulang dengan daging atau otot). Pengungkapan fase ini dengan kisa yang berarti membungkus, dan lahm (daging) diibaratkan pakaian yang membungkus tulang, selaras dengan kemajuan yang dicapai embriologi yang menyatakan bahwa sel-sel tulang tercipta sebelum sel-sel daging, dan bahwa tidak terdeteksi adanya satu sel daging sebelum terlihat sel tulang.
Insya (mewujudkan makhluk lain). Fase ini mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang dianugerahkan kepada manusia yang menjadikannya berbeda dengan makhluk-makhluk lain. Sesuatu itu adalah ruh ciptaannya yang menjadikan manusia memiliki potensi yang sangat besar sehingga dapat melanjutkan evolusinya hingga mencapai kesempurnaan makhluk.
Al-Ghazali mengungkapkan proses penciptaan manusia dalam teori pembentukan (taswiyah) sebagai suatu proses yang timbul di dalam materi yang membuatnya cocok untuk menerima ruh. Materi itu merupakan sari pati tanah liat nabi Adam a.s. yang merupakan cikal bakal bagi keturunannya. Cikal bakal atau sel benih (nuthfah) ini yang semula adalah tanah liat setelah melewati berbagai proses akhirnya menjadi bentuk lain (khalq akhar) yaitu manusia dalam bentuk yang sempurna. Tanah liat berubah menjadi makanan (melalui tanaman dan hewan), makanan menjadi darah, kemudian menjadi sperma jantan dan indung telur. Kedua unsur ini bersatu dalam satu wadah yaitu rahim dengan transformasi panjang yang akhirnya menjadi tubuh harmonis (jibillah) yang cocok untuk menerima ruh. Sampai di sini prosesnya murni bersifat materi sebagai warisan dari leluhurnya. Kemudian setiap manusia menerima ruhnya langsung dari Allah disaat embrio sudah siap dan cocok menerimanya. Maka dari pertemuan antara ruh dan badan, terbentuklah makhluk baru manusia.
Ungkapan ilmiah dari Al Qur’an dan Hadits 15 abad silam telah menjadi bahan penelitian bagi para ahli biologi untuk memperdalam ilmu tentang organ-organ jasad manusia. Selanjutnya yang dimaksud di dalam Al Qur’an dengan "saripati berasal dari tanah" sebagai substansi dasar kehidupan manusia adalah protein, sari-sari makanan yang kita makan yang semua berasal dan hidup dari tanah. Yang kemudian melalui proses metabolisme yang ada di dalam tubuh diantaranya menghasilkan hormon (sperma), kemudian hasil dari pernikahan (hubungan suami istri), maka terjadilah pembauran antara sperma (lelaki) dan ovum (sel telur wanita) di dalam rahim. Kemudian berproses hingga mewujudkan bentuk manusia yang sempurna (seperti dijelaskan dalam ayat diatas).
Para ahli dari barat baru menemukan masalah pertumbuhan embrio secara bertahap pada tahun 1940 dan baru dibuktikan pada tahun 1955, tetapi dalam Al Qur’an dan Hadits yang diturunkan 15 abad lalu hal ini sudah tercantum. Ini sangat mengagumkan bagi salah seorang embriolog terkemuka dari Amerika yaitu Prof. Dr. Keith Moore, beliau mengatakan "Saya takjub pada keakuratan ilmiyah pernyataan Al Qur’an yang diturunkan pada abad ke-7 M itu". Selain itu beliau juga mengatakan, "Dari ungkapan Al Qur’an dan hadits banyak mengilhami para scientist (ilmuwan) sekarang untuk mengetahui perkembangan hidup manusia yang diawali dengan sel tunggal (zygote) yang terbentuk ketika ovum (sel kelamin betina) dibuahi oleh sperma (sel kelamin jantan).
Manusia terbentuk dari dua unsur diantaranya dari tanah dan dari tiupan luhur dari Allah SWT. Islam berpendapat bahwa bahan dasar kakek moyang manusia itu dari tanah, sementara bahan dasar kita ini adalah sperma yang hina. Hanya saja Allah SWT telah meniupkan roh-Nya. Di dalam diri kita, ada kehinaan dan ada pula kemuliaan. Tidak mungkin bisa dikatakan bahwa manusia itu hewan yang kotor. Bahkan, dia dimuliakan dengan tiupan Allah SWT.
Peroses kejadian menusia terbilang unik, namun tidak mustahil bagi Allah sehingga bisa tercipta makhluk yang bernama manusia itu. Dalam sejarah mencatat bahwa manusia pertama adalah Adam, kemudian Hawa, dan kemudian anak cucu dari kedua manusia pertama ini. Selanjutnya kejadian penciptaan yang luar biasa lain terjadi, seperti yang terjadi pada Maryam yang mengnadung anaknya Nabi Isa as, tanpa melalui proses perkawinan normalnya manusia biasa. Allah menitipkan anak di dalam kandungan Sayyidah Maryam dengan cara yang luar biasa, namun penciptaan Nabi yang membawa kitab injil ini menurut Allah dalam al-Quran sama dengan penciptaan Adam. Wallahu a'lam.
Posting Komentar untuk "Proses Penciptaan dan Kejadian Manusia Berdasarkan Al-Quran"